Tuesday, February 7, 2012

Warna dan Matamu


“Apa warna matamu?”
“…”
“Warna mata siapa yang kau tahu?”
---
Aella duduk, mengernyitkan dahinya melihat proyeksi papan Snellen –bagan penuh huruf yang digunakan untuk mengecek ketajaman mata– yang berada sejauh 6 meter darinya sebelum menatap Ciro penuh kebingungan.
Ciro hanya membalasnya dengan seringai lebar sambil duduk di kursi di samping kanannya sambil memencet-mencet remote control proyektor yang menampilkan proyeksi papan Snellen di depannya.
“Udah siap?” tanya Ciro akhirnya.
Alis Aella terangkat sebelah –ya.., dia memang hanya bisa mengangkat alis sebelah kanannya. “Ga perlu pake Phoropter?” balasnya sambil menunjuk alat aneh yang penuh bermacam lensa dan digunakan sebagai alat ukur untuk resep kacamata.
Ciro menggeleng. “Aku kan ga ngerti pakainya,” jawabnya sambil mendorong Phoropter yang tergantung dekat dengan kepala Aella menjauh ke belakang. “Bahkan aku baru tau kalau ini namanya Pho-apa? Lagian kan kamu dokternya.”
“Phoropter. Trus kenapa aku yang duduk disini?" Aella terlihat makin bingung.
“Duduk aja.” Ciro memposisikan kepala Aella hingga mengarah ke papan. “Udah siap?”
“Siap apa?” tanya Aella lagi.
“Lihat ke depan aja.”
---
Hampir tak ada orang lagi di klinik mata ini. Jam mulai menunjuk angka sembilan dan Aella yang sudah berada disini dari jam delapan pagi tak tahu mengapa dirinya masih berada atau lebih tepatnya– terduduk disini.
Dirinya baru ingin melontarkan tanya lagi ketika Ciro memencet remote control dan proyeksi Snellen di depannya berubah. Matanya terfokus. Menatap papan yang biasanya hanya menampilkan sekumpulan huruf tanpa arti.
‘Seseorang bertanya: Apa warna matamu?’
Aella menoleh lagi. “Lihat sampai selesai. Jangan noleh-noleh terus,” ucap Ciro dengan mata menyipit, berusaha terlihat tegas, membuat Aella menyembur tawa kecil namun berhasil membuatnya kembali menghadap ke depan sebelum Ciro memencet remote control lagi.
‘Hitam? Coklat? Atau kombinasi keduanya mungkin?’
‘Aku tak tahu. Hanya mampu membalas tanyanya dengan banyak tanya.‘
Aella menoleh sekilas. Memaparkan senyum kecil yang mulai terbentuk di sudut bibirnya.
‘Sayangnya, tanyanya meninggalkan gumam di benakku.’
‘Membuatku bertanya tentang warna dan matamu.’
‘Untungnya, tak seperti mataku sendiri, aku mampu menatap dalam matamu.’
Kali ini, Aella menggapai tangan Ciro. Mengaitkan jemari mereka.
‘Hitam itu matamu ketika terpejam.’
‘Putih itu matamu ketika membelalak.’
“Aw!” Ciro menarik tangannya. “Kenapa cubit-cubit?”
Aella hanya menyipitkan matanya. Sudut bibirnya mengancam untuk menyebar senyum.
Ciro tertawa pelan. Meraih tangan Aella lagi.
‘Merah itu matamu ketika kesal.’
‘’Redup’ seperti saat kacamatamu pecah untuk yang kesekian kalinya.‘
‘Kuning itu matamu ketika bercerita.’
‘‘Wah‘ seperti saat dirimu baru pulang praktik kerja lapangan.‘
‘Hijau itu matamu ketika memberi.’
‘’Tenteram’ seperti saat kamu melihat si kakek memakai kacamata barunya.’
‘Lebih dari semua itu, biru itu matamu yang selalu bahagia.‘
‘‘Cerah‘ seperti langit dengan senyum dan tawamu sebagai awan.‘
‘‘Terang‘ seperti malam berhias bulan dan bintang.‘
‘Aku tak tahu berapa banyak gradasi yang dimiliki warna.’
‘Tapi aku tahu pasti bahwa aku ingin melihatnya dari matamu.’
---
Ciro mematikan proyektor. Kata-kata yang berhamburan di papan hilang dalam sekejap.
“Hmm..,” gumam Ciro, mengernyitkan dahinya. “Itu tadi terlalu cheesy ya.”
“Kamu tahu ga?” ucap Aella pelan.
Ciro hanya tersenyum kecil, mengangkat bahunya dan mulai beranjak keluar ruangan sambil menggandeng tangan Aella.
“Itu tadi cheesy banget sih.” Aella tersenyum lebar. “Tapi baru kali ini aku benar-benar tahu warna mataku. Thanks.
Ciro mengecup pelan lesung pipi Aella. “Thanks juga buat bertahan dalam ke-cheesy-an,” balasnya sambil menyeringai.
“Yah.., paling engga, lain kali kalau aku ditanya, aku bisa jawab warna mataku apa.” Senyum Aella makin melebar ketika teringat sesuatu. “Ngomong-ngomong, kamu buta warna kan?”

=)
SVialli
[21.26]
[2 - 07/02/12]

Behind the words: here.

No comments:

Post a Comment